
Keistimewaan shalat tahajud adalah ibadah yang tiada duanya. Bagaimana tidak? Di sepertiga malam, saat semua makhluk tertidur lelap, engkau justru terjaga, bermunajat kepada Allah ﷻ.
Dalam sunyi malam itu, seolah hanya engkau dan Rabb-mu yang sedang berbincang dalam deep talk yang penuh pengharapan. Di waktu inilah Allah menurunkan rahmat-Nya ke langit dunia dan menjanjikan pengabulan setiap doa.
Dalam keheningan malam, seorang hamba bersimpuh dalam sujud tanpa gangguan duniawi. Hati menjadi tenang, pikiran jernih, dan jiwa tenteram. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Isrā’ ayat 79:
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةًۭ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًۭا مَّحْمُودًۭا
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isrā’: 79)
Janji Allah ini diperuntukkan bagi hamba yang mendawamkan tahajudnya. Mereka akan dinaungi rahmat dan pertolongan (ma’unah) dari-Nya.
Manfaatnya pun nyata, baik secara fisik maupun spiritual. Karena itu, para Nabi, salafus shalih, dan orang-orang yang dekat kepada Allah berlomba-lomba menghidupkan malam dengan ibadah, dzikir, dan shalat.
Mereka berdiri di malam hari menegakkan shalat, menundukkan wajah, dan merendahkan hati. Air mata pun mengalir, penuh harap. Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:
لِأَهْلِ اللَّيْلِ فِي لَيْلِهِمْ أَلَذُّ حَالًا مِنْ أَهْلِ اللَّهْوِ فِي لَهْوِهِمْ وَلَوْلَا اللَّيْلُ مَا أَحْبَبْتُ الْبَقَاءَ فِي الدُّنْيَا
“Orang-orang yang menghidupkan malam merasakan kenikmatan yang lebih besar daripada orang-orang yang tenggelam dalam kesenangan dunia. Jika bukan karena nikmatnya malam, aku tidak ingin tinggal di dunia ini.”
‘Ali bin Bakar pun berkata:
مُنْذُ أَرْبَعِينَ سَنَةً مَا أَحْزَنَنِي شَيْءٌ سِوَى طُلُوعِ الْفَجْرِ
“Selama 40 tahun, tidak ada yang membuatku bersedih selain datangnya fajar, karena itu menandakan berakhirnya waktu tahajud.”
Fudhail bin ‘Iyadh mengingatkan:
إِذَا لَمْ تَقْدِرْ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ وَصِيَامِ النَّهَارِ فَاعْلَمْ أَنَّكَ مَحْرُومٌ وَقَدْ كَثُرَتْ خَطِيئَتُكَ
“Jika engkau tidak sanggup bangun malam dan berpuasa di siang hari, ketahuilah bahwa engkau termasuk orang yang terhalang karena banyaknya dosa.”
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ، فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ، وَمَنْهَاةٌ عَنِ الْإِثْمِ، وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الْجَسَدِ
“Lakukanlah shalat malam. Sesungguhnya shalat malam adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, bentuk pendekatan diri kepada Allah, penghapus dosa, penahan dari maksiat, dan pengusir penyakit dari tubuh.” (HR. Tirmidzi)
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari menafsirkan bahwa keutamaan shalat malam menjadikannya tolok ukur kemuliaan manusia. Dalam riwayat lainnya disebut:
إن من الليل ساعة لا يوافقها عبد مسلم يسأل الله تعالى خيراً إلا أعطاه إياه
“Sesungguhnya di malam hari ada satu waktu, jika seorang hamba muslim meminta kebaikan, niscaya Allah akan mengabulkannya.”
Tidakkah kita sadar bahwa di sepertiga malam terdapat golden moment yang sangat dirindukan para salafus shalih? Waktu terbaik untuk mengungkapkan segala hajat, mengadu kepada Sang Maha Mendengar.
Namun, berapa banyak di antara kita yang justru lebih sibuk dengan makhluk dan melupakan Khalik?
Wahai jiwa, bangkitlah di tengah malam, jadikan tahajud sebagai candradimuka yang menggembleng ruhani menuju derajat tertinggi.
Sumber : www.hidayatullah.com